
Jakarta, Oktober 2025 Dunia siber Indonesia kembali diguncang oleh aksi dari sosok misterius dengan nama alias “Bjorka”. Setelah sempat lama tidak terdengar, akun yang mengaku sebagai peretas ini muncul kembali dengan klaim mengejutkan: membocorkan data pribadi ratusan ribu personel Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Klaim tersebut sontak menghebohkan media sosial dan berbagai forum daring. Banyak yang mempertanyakan kebenarannya, sementara pihak kepolisian segera mengambil langkah cepat untuk melakukan verifikasi forensik digital atas data yang beredar. Kasus ini pun membuka kembali perdebatan lama tentang keamanan data publik di Indonesia dan siapa sebenarnya sosok di balik nama Bjorka ini ??.
Klaim Kebocoran Data Polri: 341.800 Identitas Personel
Aksi terbaru Bjorka muncul di sebuah forum siber internasional yang sering menjadi tempat peredaran data hasil retasan. Dalam unggahan tersebut, akun yang menggunakan identitas serupa dengan Bjorka mengklaim memiliki basis data berisi 341.800 nama anggota Polri aktif.
File yang diunggah diberi nama “Indonesian National Police Personnel Database” dan disebut memuat sejumlah informasi sensitif seperti:
- Nama lengkap personel
- NRP atau Nomor Registrasi Pokok
- Pangkat dan jabatan
- Nomor telepon dan alamat email
- Satuan kerja dan wilayah penugasan
Unggahan itu juga disertai tangkapan layar berupa cuplikan tabel data yang disebut berasal dari sistem internal Polri. Meski belum ada bukti kuat bahwa data tersebut valid dan terkini, unggahan tersebut memancing reaksi luas karena beredar tak lama setelah penangkapan tersangka yang diduga terkait dengan alias “Bjorka” di Sulawesi Utara.
Beberapa akun media sosial turut memperkuat klaim dengan menyebarkan potongan data dan tangkapan layar, meski tidak semuanya dapat diverifikasi. Sejumlah pakar keamanan siber yang meninjau file tersebut menyebut bahwa deposit dana 10.000, ada kemungkinan sebagian data merupakan hasil gabungan atau duplikasi dari sumber lama yang pernah beredar di dark web.
Respons Cepat Kepolisian: “Kami Sedang Melakukan Verifikasi”
Polda Metro Jaya melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus langsung menanggapi klaim ini dengan serius. Dalam pernyataan resminya, pihak kepolisian menyebut bahwa tim siber sedang melakukan analisis forensik terhadap file yang beredar, guna memastikan asal-usul dan validitas data tersebut.
“Kami sudah mengetahui adanya klaim kebocoran data personel Polri oleh akun yang mengatasnamakan Bjorka. Saat ini, tim sedang bekerja melakukan verifikasi digital untuk memastikan kebenaran informasi itu,” ujar Kombes Ade Safri Simanjuntak, Kabid Humas Polda Metro Jaya, dalam keterangannya di Jakarta.
Pihak kepolisian juga menegaskan bahwa tidak semua klaim di internet bisa langsung dianggap valid, terutama mengingat banyak data lama yang sering diedit atau dikombinasikan ulang untuk menimbulkan kepanikan publik. Polisi juga mengimbau agar masyarakat tidak mengunduh atau menyebarkan file yang belum terverifikasi, karena hal itu bisa termasuk pelanggaran hukum.
“Kami minta publik tetap tenang. Jangan ikut menyebarkan data pribadi siapa pun. Tunggu hasil penyelidikan resmi,” tambahnya.
Hingga kini, hasil verifikasi awal masih dirahasiakan karena proses penyelidikan berjalan. Polisi juga menyatakan tengah melacak sumber unggahan dan akun penyebar awal data tersebut melalui kerja sama dengan sejumlah penyedia platform dan lembaga keamanan siber nasional.
Penangkapan Tersangka Berinisial WFT: Masih Diselidiki Keterkaitannya
Klaim kebocoran data ini muncul hanya beberapa hari setelah penangkapan seorang pria berinisial WFT (22), warga asal Minahasa, Sulawesi Utara, yang disebut mengoperasikan beberapa akun media sosial dengan nama alias Bjorka.
Polisi menyebut penangkapan tersebut terkait dengan dugaan akses ilegal dan jual-beli data digital, termasuk dugaan upaya pemerasan terhadap lembaga keuangan. Dari tangan tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa laptop, ponsel, kartu SIM, dan perangkat penyimpanan data.
Meski demikian, kepolisian belum mengonfirmasi secara pasti apakah WFT adalah sosok asli di balik nama “Bjorka” yang dikenal luas sejak 2022.
“Kita masih mendalami. Bisa jadi pelaku hanya mengaku-aku menggunakan nama tersebut, atau memang ada koneksi dengan jaringan yang lebih besar. Investigasi digital forensik masih berlangsung,” ujar perwakilan penyidik Polda Metro Jaya.
Di sisi lain, beberapa hari setelah penangkapan itu, akun yang mengatasnamakan Bjorka kembali muncul dan mengklaim bahwa orang yang ditangkap bukan dirinya. Ia bahkan menyebut aksi tersebut “tidak akan menghentikannya” dan sebagai bukti, mempublikasikan data yang disebut milik personel Polri.
Langkah ini membuat publik menduga bahwa ada lebih dari satu individu yang menggunakan nama “Bjorka”, atau bahwa identitas peretas sebenarnya jauh lebih kompleks dari yang terlihat.
Sejarah Singkat Bjorka: Dari Kebocoran Data Publik hingga Jadi Fenomena Digital

Nama Bjorka pertama kali menjadi sorotan pada pertengahan tahun 2022, ketika akun tersebut mengaku telah membocorkan data pendaftaran SIM Card milik ratusan juta warga Indonesia. Sejak saat itu, berbagai institusi pemerintah dan perusahaan swasta menjadi target unggahan akun tersebut — mulai dari KPU, PLN, hingga kementerian.
Setiap kali muncul, unggahan Bjorka hampir selalu disertai pesan sindiran terhadap pemerintah terkait lemahnya perlindungan data publik. Hal ini membuat sosoknya tidak hanya dikenal sebagai peretas, tetapi juga ikon perlawanan digital bagi sebagian kalangan netizen.
Namun di sisi lain, aktivitasnya menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keamanan informasi nasional. Pemerintah, melalui BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) dan Kemenkominfo, berkali-kali memperingatkan bahwa setiap kebocoran data baik benar maupun klaim semata harus ditangani dengan cepat untuk mencegah kepanikan publik.
Pakar Siber: Kemungkinan Data Campuran atau Lama
Menurut analis keamanan siber Pratama Persadha, klaim Bjorka soal data Polri ini masih perlu diuji dengan hati-hati. Berdasarkan hasil penelusuran sementara terhadap potongan data yang beredar, terdapat indikasi bahwa sebagian data mungkin berasal dari sumber lama atau data yang pernah bocor sebelumnya, bukan dari sistem aktif kepolisian.
“Kita tidak bisa langsung percaya setiap kali ada klaim kebocoran. Banyak data yang diunggah ulang dengan label baru agar terlihat mengejutkan. Validasi teknis sangat penting sebelum menyimpulkan,” ujar Pratama.
Ia menambahkan, bila data tersebut terbukti valid, kebocoran itu bisa berdampak serius karena melibatkan identitas dan informasi kontak personel aparat negara, yang berpotensi disalahgunakan untuk phishing, social engineering, atau ancaman keamanan personal.
“Apapun hasilnya, ini menjadi pengingat bahwa perlindungan data personel aparat juga perlu diperkuat. Kebocoran sekecil apa pun bisa menjadi celah bagi ancaman keamanan nasional,” tegasnya.
Penelusuran Digital dan Tantangan Forensik
Salah satu tantangan terbesar dalam kasus seperti ini adalah menelusuri asal data secara digital. Menurut analis forensik dari komunitas siber Indonesia, file yang diklaim bocor bisa berasal dari banyak sumber tumpang tindih.
Setiap data perlu diperiksa metadata-nya: waktu pembuatan file, struktur basis data, serta hash value untuk memastikan keaslian. Namun karena file sudah tersebar di berbagai forum, proses verifikasi menjadi jauh lebih rumit.
Pakar juga menyoroti pentingnya membedakan antara peretasan (hack) dan penggabungan data hasil scraping. Dalam banyak kasus, pelaku tidak benar-benar menembus sistem internal, tetapi menggabungkan data publik dari berbagai sumber untuk menciptakan kesan seolah-olah terjadi kebocoran besar.
Kesimpulan: Antara Fakta, Klaim, dan Tantangan Keamanan Digital
Kasus klaim kebocoran data Polri oleh Bjorka masih terus bergulir. Hingga kini, belum ada konfirmasi resmi bahwa data tersebut benar-benar berasal dari sistem kepolisian. Namun satu hal yang pasti insiden ini kembali menegaskan bahwa perlindungan data digital di Indonesia masih menghadapi tantangan besar.
Kepolisian bersama BSSN dan Kominfo berjanji akan mengumumkan hasil penyelidikan begitu verifikasi forensik selesai. Sementara itu, publik diimbau tetap waspada, tidak menyebarkan data yang belum jelas sumbernya, dan memperkuat kesadaran keamanan digital pribadi.
“Apapun hasilnya nanti, ini momentum penting bagi semua pihak pemerintah, lembaga, dan masyarakat untuk bersama-sama memperkuat sistem keamanan data nasional,” ujar salah satu pakar siber independen.