Berikut adalah penulisan ulang artikel tersebut dalam bahasa Indonesia yang lebih natural, panjang, dan SEO-friendly:
**Terungkap Material Besi Rongsokan Terkontaminasi Radioaktif di Kawasan Industri Cikande, Masyarakat Khawatir dan Menuntut Penanganan Tuntas**
**Serang, Banten –** Lebih dari dua pekan lalu, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menemukan material besi rongsokan yang terkontaminasi zat radioaktif Cesium-137 di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang. Temuan ini memicu kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat sekitar, yang merasa terancam oleh potensi pencemaran lingkungan dan risiko kesehatan. Ironisnya, hingga saat ini, penanganan terhadap material berbahaya tersebut masih belum tuntas, menimbulkan pertanyaan serius mengenai respons pemerintah pusat dan daerah.
**Situasi Saat Ini: Material Terkontaminasi Masih di Lokasi, Dijaga Polisi**
Ishak, Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Bapeten, mengonfirmasi bahwa material besi rongsokan yang terpapar Cs-137 tersebut masih berada di lokasi kejadian. Saat ini, area tersebut dijaga oleh petugas kepolisian sebagai langkah sementara. “Belum ada proses pemindahan karena masih dalam proses pembahasan dan koordinasi antar instansi terkait,” jelas Ishak kepada tim Mongabay pada Senin (8/9/2023). Bapeten segera membentuk tim teknis untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk metode penanganan yang paling tepat dan aman. Sementara itu, material tersebut ditutup dengan terpal untuk meminimalkan potensi penyebaran kontaminasi.
**Desakan Pemerintah Pusat untuk Tindakan Tegas**
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Serang, Yadi Mulyadi, dengan nada tegas mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan yang lebih efektif. “Keberadaan material radioaktif di kawasan industri merupakan potensi bahaya yang serius bagi kesehatan masyarakat sekitar. Kami meminta agar pemerintah pusat segera mengambil alih penanganan material ini, sehingga permasalahan ini dapat diselesaikan dengan cepat dan menyeluruh,” seru Yadi kepada Mongabay pada hari yang sama. Yadi belum dapat memberikan detail lebih lanjut mengenai potensi risiko pencemaran udara yang mungkin timbul akibat kontaminasi radioaktif tersebut, namun menegaskan bahwa informasi lebih lanjut akan segera disampaikan setelah koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup.
**Kekhawatiran Masyarakat dan Keterlambatan Penanganan**
Mad Haer Effendi, Direktur Pena Masyarakat, sebuah organisasi lingkungan hidup di Banten, mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam terkait dengan keterlambatan penanganan material radioaktif ini. “Keterlambatan dalam pemindahan material radioaktif ini menimbulkan kekhawatiran yang sangat besar di tengah masyarakat. Pemerintah pusat maupun daerah dinilai lamban dalam merespons ancaman serius terhadap kesehatan dan lingkungan,” ujarnya kepada Mongabay pada Rabu (3/9/2023). Effendi menekankan bahwa radioaktif bukanlah masalah yang bisa ditunda-tunda. “Setiap hari material itu dibiarkan berada di lokasi, risiko paparan bagi pekerja maupun warga sekitar semakin meningkat.”
Effendi menyarankan agar pemerintah segera melakukan evakuasi material berbahaya ke fasilitas penyimpanan khusus yang sesuai standar, bukan hanya mengandalkan pengamanan aparat kepolisian. Selain itu, ia menekankan pentingnya transparansi informasi kepada publik mengenai tingkat bahaya dan langkah-langkah mitigasi yang akan diambil. “Masyarakat berhak mengetahui sejauh mana dampak yang mungkin terjadi. Jangan sampai kasus ini ditutup-tutupi, karena yang terancam bukan hanya lingkungan industri, tetapi juga kehidupan warga di sekitarnya.”
**Warga Lokal Merasa Tidak Diinformasikan dan Khawatir**
Narisa, warga Kampung Kedung Labang, Desa Barengkok, mengungkapkan bahwa ia dan warga lainnya tidak pernah mendapatkan informasi apapun terkait dengan temuan material radioaktif di kawasan industri yang berdekatan dengan permukiman mereka. “Tidak ada sosialisasi atau pemberitahuan dari pemerintah maupun polisi. Kami jadi khawatir, apalagi kalau ternyata paparan radioaktifnya bisa sampai ke kampung,” ungkap Narisa, seorang warga berusia 60 tahun, kepada Mongabay pada Kamis (4/9/2023).
Senada dengan Narisa, Aman, Ketua RT 06 Kampung Kedung Labang, juga menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ada pejabat dari desa maupun instansi terkait yang datang untuk memberikan penjelasan resmi kepada warga. “Pas penyegelan ada kerumunan, tapi kami tidak diberi tahu alasan mengapa disegel itu,” ujarnya kepada Mongabay pada hari yang sama. Ketidakjelasan informasi ini, menurut Aman, menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Ia berharap pemerintah segera turun langsung memberikan penjelasan dan memastikan keselamatan warga yang tinggal di dekat lokasi temuan material radioaktif.
**Pantauan Lapangan: Garis Polisi Dihapus, Aktivitas di Lokasi Terhenti**
Mongabay melakukan kunjungan ke lokasi kejadian dan menemukan bahwa garis polisi (police line) yang sebelumnya terpasang telah dihilangkan. Namun, lapak rongsokan tempat temuan material radioaktif tersebut tidak lagi beroperasi. Tidak ada aktivitas bongkar muat maupun pekerja yang terlihat di area tersebut.
**Penilaian Ahli: Pengamanan Pemerintah Kurang Memadai**
Yuyun Ismawati Drwiega, Senior Advisor Nexus3 Foundation, menilai bahwa langkah pengamanan pemerintah saat ini masih jauh dari standar penanganan limbah radioaktif yang seharusnya. “Menutup material berbahaya dengan terpal dan memasang garis polisi saja tidak cukup. Sampah radioaktif harus diamankan dalam kontainer khusus dan dipindahkan ke lokasi yang lebih aman,” tegasnya kepada Mongabay pada Rabu (3/9/2023). Yuyun menekankan bahwa lambatnya penanganan dapat memperbesar risiko paparan bagi masyarakat sekitar. “Semakin lama dibiarkan, potensi dampaknya semakin besar, baik untuk lingkungan maupun kesehatan warga.”
**Latar Belakang Temuan: Laporan FDA AS dan Dugaan Kontaminasi Udang Beku**
Temuan material besi yang terkontaminasi radioaktif oleh Bapeten merupakan tindak lanjut dari laporan resmi Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada 19 Agustus lalu. Laporan tersebut mengungkapkan adanya jejak radioaktif pada sampel udang beku asal Indonesia, yang diduga berasal dari udang PT Bahari Makmur Sejati (BMS). Lokasi BMS hanya berjarak sekitar 100 meter dari lapak rongsokan tempat temuan material radioaktif tersebut. Walhi menduga bahwa kandungan zat radioaktif yang ditemukan pada udang beku tersebut berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengawetan.
**Seruan untuk Evaluasi dan Perbaikan Sistem**
Burhanudin Ladjin, Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil Walhi Nasional, menyerukan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap skema bisnis seluruh eksportir dalam perdagangan internasional, dengan menekankan pentingnya keberlanjutan ekologis. Selain itu, ia menekankan perlunya perbaikan tata kelola industri pertambakan di Indonesia, yang selama ini lebih mengutamakan kepentingan negara dan korporasi daripada perlindungan lingkungan. Ladjin juga mengingatkan bahwa kasus Cs-137 harus menjadi alarm serius bagi pemerintah untuk memastikan tata kelola dan tata niaga pertambakan berfokus pada peningkatan kualitas produk, keamanan lingkungan, dan partisipasi penambak tradisional.
**[Tambahan: Link ke artikel terkait Badak Jawa dan isu konservasi lainnya]**
***
**Kata Kunci SEO:**
* Material radioaktif
* Cikande
* Bapeten
* Kontaminasi radioaktif
* Udang beku
* Pemerintah pusat
* Kesehatan masyarakat
* Lingkungan hidup
* Limbah radioaktif
* Keselamatan warga
Semoga penulisan ulang ini bermanfaat!